Sabtu, 10 September 2011

Tangisan Anak Kandung


Adik saya melompat – lompat di lapangan basket. Setelah itu dia mondar – mandir di pinggir lapangan. Saya menatapnya heran. Sedangkan rekan – rekan ayag tertawa geli. Kualihkan pandangan ke arah daun – daun yang melambai – lambai diterpa angin. Daun – daun itu terlihat segar – segar tanpa ada satu pun yang layu. Lalu aku mendongakkan kepala ke atas dan menikmati keindahan langit biru tak berawan.

Tiba – tiba kudengar tangisan adik yang menggelegar. Aku pun berlari – lari meghampirinya. Kulihat adik jatuh terkapar – kapar dengan luka di lutut sebelah kanan. Aku pun menolong adik dan membawa adik ke dalam rumah. Ibu pun ,e,bantuku menolong adik.

Saat ayah datang, kami sedang mengobati adik dengan perlahan – lahan. Tangisan adik menggelegar bagai serigala yang meraung saat purnama. Ayah melihat kejadian itumerasa iba. Ia menasehati adik agar berhatim – hati saat bermain. Agar tangisan adik mereda, ayah berjanji akan mengajak kami bertamasya di akhir pekan.

 (ailsa devina r. / 04)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar